diposkan pada : 14-02-2020 17:32:50 Tuhan, Bangsa Ini Sedang Sakit, Sembuhkanlah...

Di bibir Pantai PeDe Labuan Bajo, saya bersama Risto duduk menyaksikan para nelayan itu berlalu-lalang menyetir sampannya.

Semaki jauh bertolak, semakin nyeho bunyi suara mesin itu terdengar. Terang lampunya sedini terlihat samar-samar. Seperti gelagat matahari yang berpulang ditelan telaga.

Di bibir pantai ini pula kami berdua sering berfilsafat. Tepatnya bercakap ngelantur perihal satu dua hal, seputar idealisme kaum muda. Juga adakalanya berlagak intelek seperti bapak-bapak politisi berbicara di TV. Berbuih-buih cakap.

"Kita pu negara nih makin hari makin ngeri saja ee. Sakit kronis" katanya. Sembari merunduk, membaca tautan berita (konflik horisontal) di ponselnya.
"Sepertinya iya! Komplikasi" tambahku


[Kuseruput kopi dalam gelas hingga tersisa setengah]


Bangsa kita memang sedang dalam keadaan miris, kawan. Terlalu banyak dirundung masalah. Tuhan saja mungkin sudah kewalahan mengurusi kita.

"Apa mungkin lantaran Tuhan sudah acuh sehingga masalah itu datang silih berganti barangkali ee?" Tanyanya lagi

"Entahlah. Tuhan mungkin sedang berlibur ke planet lain. Haha" candaku.

Diskursus senja, kami sudahi seiring kopi dalam gelas hanya tersisa ampas. Kami pulang tanpa konklusi berarti.

Sedang Sakit
Bangsa kita sedang sakit, serius-duarius.  Moralitas bangsa ini kian hari kian terkikis oleh korupsi, radikalisme, pembunuhan, pencurian, hoaks, SARA, konflik horisontal, terorisme dan masih banyak lagi.

Kita tahu juga, sekarang ini kita disuguhkan dengan fakta konflik horisontal, seperti perusakan rumah ibadah, pelarangan beribadah hingga pelarangan pembangunan rumah ibadah (agama yang kedudukannya diakui negara). Seyogyanya dilakukan oleh oknum, yang menurut saya moralnya ambruk.

Sulit juga ditebak modus operandi yang melatarbelakangi tindak tanduk perilaku tak bermoral ini. Apa karena kebencian, sentimen antar golongon, atau karena alasan apa.

Perlu digaris bawahi juga, yang saya soroti disini ialah (metafisik) keburukan moral seseorang, bukan embel agamanya. Terlepas dari doktrin apa yang mencecoki batok kepalanya. Jelas ya!

Geliat moralitas bermasalah seperti inilah yang saya sebut sebagai penyakit dalam berbangsa. Lalu bagaimana cara menyembukannya? Kita punya Pancasila, pandangan hidup berbangsa. Agama, pedoman hidup sesuai ajaran Ilahi.

Sementara bila ingin menjadi manusia yang radikal dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan menghargai alam semesta, kajian-kajian filsafat Leibniz bisa dijadikan rujukan. (Sekadar saran)

Lebih lanjut, apakah serumpun kejahatan ini sudah menjadi kehendak Tuhan sejak awal penciptaan? Maka untuk itu manusia diberikan kehendak bebas? Begitukah cara Tuhan mencintai segenap ciptaanNya? (Pertanyaan ini tidak untuk dijawab)

Atau lebih lengkapnya ihwal tanya ini sebenarnya berkesadaran pada kajian pemikiran Leibniz, filsuf Jerman. Tapi satu yang saya percayai bahwa, Tuhan memang mencintai manusia. Sehingga ditempatkanNya manusia pada dunia yang terbaik dari dunia lainnya.

Tuhan, Sembuhkanlah
"Bersabdalah saja ya Tuhan, Maka bangsa ini akan sembuh"

Advertisment
Demikian kira-kira untaian doa yang selalu tertumpah ketika saya membaca dan atau mendengar berita miris dari penjuru Negeri.

Yang meski kalimat ini keluar dari mulut hamba yang hina, berdosa. Saya sendiri bukan pengikut Tuhan yang baik. Saya pula jarang beribadah. Tapi saya punya mimpi dan keinginan agar bangsa ini damai sentosa. 

Saya kira Tuhan diatas langit sana bisa mempertimbangkan niat saya ini. Tapi entahlah, sedianya kedalam tanganNya segala harap kita serahkan.